Senin, 04 Maret 2013

STUDI KARAKTERISTIK HIDRO-OSEANOGRAFI PERAIRAN TELUK JAILOLO PADA PERIODE MUSIM PERALIHAN DUA (MPD)

I. PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
       Karakteristik suatu perairan dapat diartikan sebagai perubahan dinamika yang terjadi karena faktor lingkungan. Pengamatan tentang karakteristik suatu perairan perlu dikaji dengan melihat perubahan- perubahan dinamika perairan yaitu gambaran beberapa parameter oseanografi seperti perubahan pasang surut, arus, gelombang, kedalaman, suhu, salinitas dan Kecerahan. Fenomena ini memberikan ciri khas tersendiri pada suatu wilayah perairan laut.
Pengelolaan sumber daya pesisir dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, memerlukan pengetahuan yang memadai tentang kondisi lingkungan. Pariwono (1999) mengemukakan bahwa salah satu aspek lingkungan yang penting untuk diketahui dan dipahami agar pengelolaan sumberdaya dapat dilaksanakan dengan tepat yaitu dinamika dari perairan. Hal ini disebabkan karena perairan berupa fluida yang tidak mengenal batas administrasi atau ekologi. Apabila perairan di suatu lokasi terganggu maka dampaknya akan tersebar ke lingkungan di sekitarnya.
         Halmahera Barat adalah salah satu daerah yang memiliki perairan teluk yaitu Teluk Jailolo yang saat ini telah dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai daerah pengembangan dibidang perhubungan, perdagangan, wisata bahari, wisata alam dan lain-lain, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
        Teluk Jailolo yang secara administratif berada di Kabupaten Halmahera Barat Propinsi Maluku Utara, banyak di jumpai bermacam- macam ekosistem laut. Perairan teluk ini memiliki topografi dasar perairan yang bervariasi diantara pulau–pulau yang ada di sekelilingnya.
Kawasan pada wilayah sekitar perairan teluk telah dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dengan melaksanakan kegiatan tahunan (Festival Teluk Jailolo), serta penelitian yang menyangkut dengan terumbu karang, namun data dan informasi yang ada belum memadai mengenai kondisi hidro-oseanografi perairan Teluk Jailolo ini, sehingga perlu dikaji lebih dalam lagi tentang kondisi lingkungan lautnya.
       Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka penelitian dilakukan dengan judul “Studi Karakteristik Hidro-Oseanografi Perairan Teluk Jailolo pada Periode Musim Peralihan Dua (MPD)’’
1.2. Tujuan Penelitian
       Penelitian ini bertujuan untuk :
1.    Mengukur dan menganalisis data parameter hidro-oseanografi perairan Teluk Jailolo.
2.    Mendeskripsikan kondisi hidro-oseanografi perairan Teluk Jailolo pada Periode Musim Peralihan Dua (MPD).
1.3. Manfaat Penelitian
    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal tentang kondisi oseanografi khususnya dinamika perairan yang berkembang di perairan Teluk Jailolo pada periode musim peralihan dua (MPD), serta dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dalam menggambarkan kondisi oseanografi pada periode musim lainnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Oseanografi
      oseanografi berasal dari kata ocean yang berarti laut dan graphy yang berarti gambaran, deskripsi. Sehingga oseanografi mempunyai arti gambaran tentang lautan. Oseanografi itu sendiri bukan ilmu murni tetapi didukung oleh berbagai macam cabang ilmu seperti kimia oseanografi, fisika oseanografi, biologi oseanografi serta geologi oseanografi (Hutabarat dan Evans, 1984).
Bagian penting dari gambaran oseanografi suatu perairan laut adalah deskripsi dari penyebaran atau distribusi spasial maupun temporal dari parameter suhu dan salinitas. Pengamatan suhu dan salinitas ini merupakan parameter yang tak dapat ditinggalkan dalam hampir setiap penelitian di laut (Nontji, 1987).
    Bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan segala fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari hidrosfer. Seperti diketahui bahwa bumi terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer, bagian cair yang disebut hidrosfer dan bagian gas yang disebut atmosfer. Sementara itu bagian yang berkaitan dengan sistem ekologi seluruh makhluk hidup penghuni planet Bumi dikelompokkan ke dalam biosfer. Nontji, (1987).
       Hutabarat dan Evans (1985), pada bagian lain menjelaskan bahwa oseanografi adalah studi ilmiah mengenai bumi yang ditutupi oleh air dan lingkunganya. Sasarannya adalah memperluas pengertian manusia mengenai semua aspek kelautan, sifat antara tingkah laku air, flora dan fauna dalam alam laut, interaksi udara diatasnya serta bentuk dan struktur air laut itu sendiri.
2.2. Parameter Fisika Oseanografi
       Fisika oseanografi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara sifat – sifat fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi antara lautan dengan atmosfer dan daratan. Hal ini termasuk kejadian- kejadian pokok seperti terjadinya tenaga pembangkit pasang dan gelombang, iklim dan sistem- sistem arus yang terdapat di lautan dunia (Hutabarat dan Evans, 1984).
Dahuri dkk (2008) mengemukakan bahwa kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, gelombang, kondisi suhu dan salinitas serta angin. Fenomena- fenomena ini memberikan ciri khas/karakter pada kawasan pesisir dan lautan. Sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisika perairan yang berbeda- beda.
2.2.1. Pasang surut
       Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Lebih jauh Dronkers (1964) menjelaskan pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
        Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.  Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.  Gaya tarik gravitasi bumi menarik air laut ke arah bulan dan matahari menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.  Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994)
Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik.  Gaya tarik gravitasi matahari memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994).
       Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut, sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
a.    Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
b.    pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
c.    pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
a.    Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata
b.    Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut  Andaman.
c.    Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide Prevailing- Diurnal), merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu.
d.    Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide Prevailing Semi- Diurnal), merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
Beberapa alat pengukuran pasang surut diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Tide Staff. Alat ini berupa tiang yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan. Tide Staff (tiang berskala) merupakan alat pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka laut atau tinggi gelombang air laut.  Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu, alumunium atau bahan lain yang dicat anti karat.
b.    Tide gauge, Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis.  Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian direkam ke dalam komputer.
c.    Satelit.
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit Geos-3.  Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip dasar satelit Altimetri adalah dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmitter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi.  Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawah oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut.  Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit.
2.2.2. Arus
   Arus adalah pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal sehingga menuju keseimbangannya, atau gerakan air yang sangat luas yang terjadi diseluruh lautan dunia (Hutabarat dan Evans, 1984). Sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin secara terus menerus, berbeda satu sama lain dengan berubah-ubah. Arus ini juga mempengaruhi penyebaran organisme laut dan juga menentukan pergeseran daerah biografi melalui perpindahan air hangat ke daerah yang lebih dingin dan sebaliknya. Angin dapat mendorong bergeraknya air permukaan, menghasilkan suatu gerakan arus horizontal yang lamban yang mampu mengangkut suatu volume air yang sangat besar melintasi jarak jauh di lautan (Nybakken, 1992). Arus permukaan merupakan percerminan langsung dari pola angin. Jadi arus permukaan digerakkan oleh angin dan air dilapisan bawahnya ikut terbawa. Karena disebabkan oleh adanya gaya coriolis yaitu gaya yang di sebabkan oleh perputaran bumi (Romimohtarto dan Juana, 2002).
Faktor – faktor pembangkit arus permukaan adalah sebagai berikut (Hutabarat dan Evans, 1984):
1.    Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada disekitarnya. Beberapa sistem lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan oleh arus equatorial counter dari sisi ke empat. Batas-batas ini menghasilkan aliran yang hampir tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam bentuk bulatan.
2.    Gaya coriolis. Gaya coriolis mempengaruhi aliran massa air dimana gaya ini akan membelokkan arah arus dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat dari perputaran bumi pada porosnya.
3.    Perbedaan tekanan. Pada umumnya air di daerah tropik dan sub tropik lebih tinggi daripada daerah kutub. Walaupun perbedaan ini kecil, namun dapat menyebabkan timbulnya perbedaan tekanan air yang berakibat air akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.
4.    Perbedaan densitas. Gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan densitas dari lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda-beda perbedaan ini timbul terutama diakibatkan oleh perbedaan suhu dan salinitas.
2.2.3. Kedalaman Perairan (Batimetri)
         Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief  lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontor kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
       Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus.
       Tak ada kawasan di muka bumi ini yang unik gambaran relief (topografi) dasar lautnya seperti perairan laut nusantara kita. Dalam kawasan yang terbatas ini boleh dikatakan semua tipe topografi dasar laut bisa ditemukan seperti  paparan yang dangkal, depresi yang dalam dengan berbagai bentuk basin atau cekung, berbagai bentuk elevasi berupa dasar laut, gunung bawah laut (seamount), terumbu karang dan sebagainya. Tetapi topografi yang menakjubkan ini kadang-kadang kurang memberikan kesan yang berarti bagi banyak orang, karena wujudnya tidak bisa terlihat langsung dengan nyata (Nontji, 1987).
Pemetaan batimetri secara umum dapat menggunakan dua metode dasar, yaitu:
•    Metode Mekanik
       Metode mekanik disebut juga dengan metode pengukuran kedalaman secara langsung. Metode ini efektif digunakan untuk perairan yang sangat dangkal atau rawa. Instrumen yang digunakan adalah tongkat ukur atau rantai ukur yang dilakukan dengan bantuan wahana apung. Bentuk tongkat ukur mirip dengan rambu ukur yang dipakai untuk pengukuran sipat datar. Sedangkan rantai ukur, karena fleksibilitas bentuknya, biasanya dipakai untuk pengukuran kedalaman yang rata-rata lebih dalam dibanding dengan tongkat ukur. Pada ujung rantai ukur digantungkan pemberat untuk menghindari sapuan arus perairan dan menjaga agar rantai senantiasa relatif tegak. Pengukuran kedalaman dengan metode mekanik efektif digunakan untuk pemetaan pada batas daerah survei yang relatif tidak luas dengan skala yang cukup besar.
•    Metode Akustik
       Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik suara (frekuensi, pulsa,  intensitas), faktor lingkungan/medium, kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri. Sonar (Sound Navigation And Ranging) berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan). Salah satu alat pengukuran kedalaman yaitu Fishfinder yang merupakan teknologi pendeteksian bawah air dengan menggunakan perangkat akustik (acoustic instrument). Teknologi ini menggunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Sebagaimana diketahui bahwa kecepatan suara di air adalah 1.500 m/detik, sedangkan kecepatan suara di udara hanya 340 m/detik, sehingga teknologi ini sangat efektif untuk deteksi di bawah air.
       Beberapa langkah dasar pendeteksian bawah air adalah adanya transmitter yang menghasilkan listrik dengan frekuensi tertentu. Kemudian disalurkan ke transducer yang akan mengubah energi listrik menjadi suara, kemudian suara tersebut dalam berbentuk pulsa suara dipancarkan.
Suara yang dipancarkan tersebut akan mengenai obyek (target), kemudian suara itu akan dipantulkan kembali oleh obyek (dalam bentuk echo) dan diterima kembali oleh alat transducer. Echo tersebut diubah kembali menjadi energi listrik, lalu diteruskan ke receiver dan oleh mekanisme yang cukup rumit hingga terjadi pemprosesan dengan menggunakan echo signal processor dan echo integrator. Prosesnya didukung oleh peralatan lainnya yaitu komputer, GPS (Global Positioning System), Colour Printer, software program dan kompas. Hasil akhir berupa data siap diinterpretasikan untuk bermacam-macam kegunaan yang diinginkan. Bila dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal estimasi atau pendugaan, teknologi ini memiliki kelebihan, yaitu informasi pada areal yang dideteksi dapat diperoleh secara cepat (real time). Kelebihan lain adalah tidak perlu bergantung pada data statistik. Serta tidak berbahaya atau merusak objek yang diteliti (friendly), karena pendeteksian dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan suara (underwater sound).
      Teknologi ini juga dapat digunakan dalam mengukur dan menganalisa hampir semua yang terdapat di kolom dan dasar air, aplikasi teknologi ini untuk berbagai keperluan antara lain adalah eksplorasi bahan tambang, minyak dan energi dasar laut (seismic survey), deteksi lokasi bangkai kapal (shipwreck location), estimasi biota laut, mengukur laju proses sedimentasi (sedimentation velocity), mengukur arus dalam kolom perairan (internal wave), mengukur kecepatan arus (current speed), mengukur kekeruhan perairan (turbidity) dan kontur dasar laut (bottom contour). Saat ini, fishfinder memiliki peran yang sangat besar dalam sektor kelautan dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan (fish stock assessment (Supangat, 2003).
2.2.4. Suhu, Salinitas dan Kecerahan
1. Suhu
      Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di laut, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme maupun perkembangan dari organisme. Oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak dijumpai bermacam macam jenis hewan yang terdapat diberbagai tempat di dunia (Hutabarat dan Evans, 1984).
       Sejak sinar matahari yang diserap oleh lapisan permukaan laut, maka lapisan ini cenderung untuk relatif panas sampai kedalaman 200 m. Pada lapisan kedalaman antara 200 - 1000 m suhu turun secara mendadak yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam yang dikenal sebagai termokline (Hutabarat dan Evans, 1984).
       Perbedaan jumlah panas yang diterima oleh permukaan bumi di tempat-tempat yang terletak pada lintang yang berbeda sebagai akibat dari bentuk bumi yang bulat. Cahaya matahari yang jatuh di atas daerah tropik terlebih dahulu akan melalui atmosfer dengan menempuh jarak yang lebih pendek daripada yang ditempuh di daerah kutub. Cahaya matahari ini juga memanasi daerah equator pada area yang lebih sempit jika dibandingkan dengan daerah kutub. Suhu merupakan indikator yang penting untuk menunjukkan perubahan kondisi lingkungan, lebih-lebih fluktuasi suhu yang  jelas baik vertikal maupun horizontal yang berubah dari suatu tempat ke tempat lain. Suhu air laut cenderung menurun dari permukaan sampai dasar perairan. Hutabarat dan Evans (1984).
Penampakan suhu di perairan tropik dan subtropik ditunjukkan oleh gradien suhu (perbedaan suhu dan parameter kedalaman) yang kecil sampai kedalaman tertentu. Distribusi suhu yang besar pada jarak kedalaman air yang kecil disebut thermocline (Nontji, 1987). Suhu di laut adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktifitas metabolisme maupun perkembangbiakan organisme-organisme di laut.
2. Salinitas
      Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05‰. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5‰. Lebih dari 5‰, disebut brine (Nontji, 1987).
Salinitas adalah berat zat-zat organik yang larut dalam 1 kg air laut. Ciri yang paling khas dimiliki oleh laut yang diketahui oleh setiap orang adalah rasanya yang asin. Hal ini disebabkan karena dalam laut terdapat berbagai macam garam terutama NaCl. Di perairan samudra salinitas berkiasar antara 34-35‰. Diperairan pantai terjadi penurunan salinitas karena adanya pengenceran oleh aliran sungai. Sebab salinitas di laut dipengaruhi oleh faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 1987).
3. Kecerahan
      Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan. Semakin tinggi kecerahan suatu perairan, maka semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air menentukan ketebalan lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan air akan mengurangi kemampuan fotosintesis dari tumbuhan air, selain itu dapat pula mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini masuknya bahan-bahan ke dalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi kecerahan air.
Kecerahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, pemantulan cahaya oleh permukaan air, geografis, kekeruhan, warna air dan musim. Kecerahan erat kaitannya dengan kekeruhan, karena kemampuan cahaya untuk menembus lapisan perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air. Kecerahan dapat berpengaruh pada biota laut maupun dalam perkembangna obyek wisata selam di suatu daerah. Sedangkan perairan yang berwarna kehitaman biasanya menunjukkan tingginya kandungan bahan organik yang terurai dan hal ini mengganggu kecerahan perairan.
      Kecerahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, absorbsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, pemantulan cahaya oleh permukaan air, geografis, kekeruhan, warna air dan musim. Kejernihan air diukur dengan penampakan kecerahan yang mencapai kedalaman 5m atau lebih. Perairan yang subur dan produktif ditandai dengan adanya plankton, air berwarna hijau atau abu-abu coklat. (Sulistijo et al. 1996).
2.3. Sistem Musim Di Indonesia
       Menurut Wirtky (1961), keadaan musim di Indonesia terbagi menjadi tiga yaitu :
1.    Musim Barat (Desember - April), pada musim barat pusat tekanan udara tertinggi berkembang diatas benua Asia dan pusat tekanan rendah terjadi diatas benua Australia sehingga angin berhembus dari barat laut menuju tenggara. Musim barat umumnya membawa curah hujan yang tinggi. Angin musim barat berhembus pada bulan Oktober- April, matahari berada di belahan bumi selatan, mengakibatkan belahan bumi selatan khusunya benua Australia lebih banyak memperoleh matahari daripada benua Asia. Akibatnya di benua Australia bertemperatur tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di benua Asia yang mulai ditinggalkan matahari temperaturnya rendah dan tekanan udaranya tinggi (maksimum). Oleh karena itu terjadi pergerakan angin dari benua Asia ke benua Australia sebagai angin musim barat. Angin ini melewati Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan, banyak membawa uap air dan sampai di kepulauan Indonesia terjadi hujan.
2.    Musim Timur (April- Oktober), pada musim timur pusat tekanan udara rendah yang terjadi diatas Benua Asia dan pusat tekanan udara tinggi diatas Benua Australia menyebabkan angin berhembus dari tenggara menuju barat laut. Angin musim Timur berhembus setiap bulan April- Oktober, ketika matahari bergerak ke belahan bumi utara. Di belahan bumi utara khususnya Benua Asia bertemperatur tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di benua Australia yang ditinggalkan matahari, temperature rendah dan tekanan udara tinggi (maksimum). Terjadi pergerakan angin dari Benua Australia ke Benua Asia melalui Indonesia sebagai angin musim timur.
3.    Musim Peralihan (Maret– Mei dan September– November), periode Maret- Mei dikenal sebagai musim peralihan I (satu) atau musim pancaroba awal tahun. Sedangkan periode September- November disebut musim peralihan II (dua) atau musim pancaroba akhir tahun.

2 komentar:

  1. Kajian hidroosenografi bagi Maluku Utara merupakan sebuah keniscayaan sebagai daerah kepulauan dengan potensi andalan bertumpu pada sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil...khusus untuk Pulau Morotai kiranya kami dapat saling berbagi informasi terkait rencana kajian AMDAL Rencana Proyek Tambang Pasir Besi di pesisir Morotai Utara dan Morotai Jaya .... dimana atau dengan siapa kami dapat konsultasi dan diskusi. Terima kasih

    BalasHapus
  2. Casino Hotel and Spa (Hwy 15, Las Vegas, NV 89109) - Mapyro
    Casino 당진 출장마사지 Hotel and Spa · Casino · Casino Tower · 태백 출장안마 Tower Tower Casino · Tower Casino 춘천 출장안마 Tower · Casino Tower Resort and Spa 울산광역 출장안마 Tower · Casino Tower · 부천 출장마사지 Casino Tower

    BalasHapus